
Dalam teks Al-Qur’an tidak ada ayat eksplisit tentang hukuman rajam (lempar batu sampai mati).
📌 Berikut penjelasannya:
- Al-Qur’an hanya menyebut hukuman zina cambuk
- QS. An-Nur ayat 2:
“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali…” - Tidak ada ayat yang menyebut rajam.
- QS. An-Nur ayat 2:
- Rajam ada dalam hadis-hadis Nabi ﷺ
- Dalam beberapa hadis sahih (misalnya riwayat Bukhari-Muslim), disebutkan kasus Nabi merajam orang yang sudah menikah dan berzina.
- Jadi, dasar hukumnya dalam tradisi Islam klasik ada di hadis dan ijma’ ulama, bukan teks Al-Qur’an.
- Ada riwayat tentang “ayat rajam” yang hilang
- Beberapa riwayat menyebut pernah ada ayat Al-Qur’an mengenai rajam, tapi kemudian mansukh tilawah (bacaan ayat dihapus, hukumnya tetap berlaku).
- Misalnya, Umar bin Khattab pernah menyebut: “Seandainya tidak ada orang yang berkata bahwa Umar menambah-nambahkan pada Kitab Allah, niscaya aku tuliskan ayat rajam dalam mushaf…”
- Ini jadi polemik besar di kalangan ulama dan akademisi modern.
- Pandangan kontemporer
- Banyak cendekiawan modern berpendapat hukuman rajam bukan dari Al-Qur’an, melainkan dari hukum Yahudi yang masih berlaku di Madinah waktu itu dan dipraktikkan melalui hadis.
- Karena Al-Qur’an justru jelas menetapkan hukuman zina = 100 cambukan.
- Maka sebagian reformis Islam menyimpulkan: rajam tidak seharusnya dianggap hukum Qur’ani.
👉 Jadi, ringkasnya:
- Dalam Al-Qur’an → tidak ada hukum rajam.
- Dalam hadis dan fiqh klasik → ada hukum rajam (untuk pezina muhshan, yaitu sudah menikah).
| Sumber / Pandangan | Hukuman untuk Zina | Keterangan |
|---|---|---|
| Al-Qur’an (QS An-Nur 2) | 100 cambukan untuk laki-laki & perempuan yang berzina | Tidak membedakan antara muhshan (sudah menikah) dan ghairu muhshan (belum menikah). Tidak ada rajam. |
| Hadis Nabi ﷺ (riwayat sahih Bukhari-Muslim, Abu Dawud, dll.) | Rajam untuk pezina muhshan (sudah menikah); Cambuk untuk yang belum menikah | Nabi pernah merajam Ma’iz al-Aslami, wanita Ghamidiyah, dan dua orang Yahudi yang berzina. |
| Ulama klasik (jumhur: Hanafi, Maliki, Syafi’i, Hanbali) | – Pezina belum menikah → 100 cambukan (QS An-Nur:2) – Pezina sudah menikah → rajam (berdasarkan hadis & ijma’) | Mereka menggabungkan Qur’an & hadis. Sebagian menganggap ayat rajam pernah ada tapi dihapus bacaannya (nasikh mansukh tilawah). |
| Umar bin Khattab (riwayat dalam hadis) | Menegaskan ada “ayat rajam” yang tidak tertulis dalam mushaf, tapi hukumnya tetap berlaku | Beliau khawatir orang akan meninggalkan rajam karena tidak ada di mushaf. |
| Ulama & cendekiawan modern (misalnya Muhammad Abduh, Fazlur Rahman, Nasr Hamid Abu Zayd) | Hanya cambukan (sesuai Qur’an) | Menolak rajam karena: (1) tidak ada di Qur’an, (2) bertentangan dengan prinsip keadilan Qur’an, (3) hadis bisa dipahami dalam konteks sosial-hukum Yahudi-Madinah waktu itu. |
Visited 6 times, 1 visit(s) today