Perkawinan Romawi Kuno: Monogami dan Gundik

Pernikahan di Romawi kuno, dari sekitar 1000 SM hingga 1 Masehi, pada dasarnya adalah monogami. Ini adalah norma yang berlaku dalam hukum dan tradisi Romawi. Artinya, seorang pria Romawi hanya bisa memiliki satu istri yang sah pada satu waktu.

Beberapa poin penting mengenai pernikahan di Romawi kuno:

  • Aturan Monogami: Hukum Romawi secara eksplisit melarang praktik poligami (memiliki lebih dari satu istri). Bahkan para kaisar, meskipun memiliki kekuasaan mutlak, secara hukum hanya memiliki satu istri resmi pada satu waktu.
  • Perceraian dan Pernikahan Ulang: Meskipun poligami tidak diizinkan, perceraian adalah hal yang umum dan relatif mudah dilakukan. Seorang pria atau wanita bisa menceraikan pasangannya, dan kemudian menikah lagi. Hal ini membuat banyak tokoh Romawi terkenal (seperti Caesar dan kaisar lainnya) memiliki beberapa istri secara “serial” atau berurutan, bukan secara bersamaan.
  • Hubungan di Luar Pernikahan: Meskipun monogami adalah aturan untuk pernikahan resmi, tidak jarang bagi pria Romawi yang kaya dan berkuasa untuk memiliki gundik atau selir (concubina), terutama dari kalangan budak atau wanita yang tidak memiliki status sosial tinggi. Hubungan semacam ini tidak memiliki status hukum yang sama dengan pernikahan, dan anak-anak yang lahir dari hubungan ini tidak dianggap sah secara hukum (legitimi).
  • Tujuan Pernikahan: Pernikahan di Romawi kuno, terutama di kalangan kelas atas, sering kali bukan didasarkan pada cinta, melainkan pada kesepakatan keluarga untuk tujuan politik, ekonomi, dan sosial. Tujuannya adalah untuk menghasilkan keturunan yang sah untuk melanjutkan garis keturunan dan mewariskan kekayaan.

Jadi, meskipun ada hubungan di luar pernikahan yang mungkin menyerupai poligami dalam praktiknya, sistem hukum dan sosial Romawi kuno secara tegas menganut monogami untuk pernikahan yang sah.

Visited 4 times, 1 visit(s) today