Poligami memiliki sejarah yang bervariasi di berbagai peradaban kuno di wilayah Yunani, Romawi, Mesir, dan Persia selama periode 2000 SM hingga 1000 Masehi:
Mesir Kuno:
- Poligami dipraktikkan di Mesir Kuno, terutama di kalangan keluarga kerajaan dan orang-orang kaya. Para Firaun seringkali memiliki banyak istri dengan berbagai status dan peran politik.
- Tujuan poligami di kalangan elit seringkali untuk menghasilkan lebih banyak ahli waris dan menjalin aliansi politik melalui pernikahan.
- Untuk masyarakat umum, monogami kemungkinan besar menjadi norma karena alasan ekonomi.
Persia Kuno:
- Poligami juga merupakan praktik yang umum di Persia Kuno, terutama di kalangan bangsawan dan keluarga kerajaan. Raja-raja Persia dikenal memiliki banyak istri dan selir.
- Seperti di Mesir, poligami sering kali berfungsi untuk tujuan politik dan penerusan kekuasaan.
- Ajaran Zoroaster, agama dominan di Persia kuno, melarang poligami tetapi membolehkan memiliki gundik, terutama karena kebutuhan akan banyak anak laki-laki untuk dinas militer.
Yunani Kuno:
- Secara umum, monogami adalah norma di sebagian besar negara-kota Yunani Kuno, terutama bagi warga negara.
- Namun, pria Yunani seringkali memiliki hubungan di luar pernikahan dengan hetairai (wanita penghibur yang berpendidikan) dan budak.
- Beberapa catatan menunjukkan bahwa di beberapa situasi atau wilayah tertentu, poligami mungkin dipraktikkan, terutama jika bertujuan untuk menghasilkan ahli waris.
- Dalam mitologi Yunani, beberapa tokoh dewa dan pahlawan memiliki banyak pasangan, tetapi ini tidak selalu mencerminkan praktik sosial yang umum.
Romawi Kuno:
- Monogami adalah dasar hukum dan sosial perkawinan di Roma Kuno. Memiliki lebih dari satu istri secara bersamaan dianggap ilegal dan tidak dapat diterima.
- Namun, seperti di Yunani, pria Romawi seringkali memiliki hubungan di luar pernikahan dengan budak atau wanita lain.
- Ada beberapa pengecualian atau periode di mana poligami dipertimbangkan atau dipraktikkan dalam keadaan tertentu (misalnya, oleh kaisar di kemudian hari atau di kalangan kelompok non-Romawi di dalam kekaisaran), tetapi ini tidak menjadi norma.
- Undang-undang Romawi pada masa kaisar-kaisar awal secara aktif mendorong pernikahan monogami untuk stabilitas keluarga dan masyarakat.
Arab Kuno:
- Pra-Islam: Poligami adalah praktik yang umum di kalangan masyarakat Arab pra-Islam (Jahiliyah). Tidak ada batasan jumlah istri, dan laki-laki memiliki kebebasan untuk menikah dengan banyak wanita.
- Motif: Beberapa motif poligami di masyarakat Arab kuno termasuk:
- Memperbanyak keturunan: Anak laki-laki dianggap sebagai kekuatan dan kemuliaan suku.
- Aliansi politik: Pernikahan antar suku digunakan untuk memperkuat hubungan dan memperluas pengaruh.
- Status sosial: Memiliki banyak istri dan anak dapat meningkatkan status sosial seorang pria.
- Perbudakan wanita: Wanita terkadang dianggap sebagai barang warisan atau komoditas yang dapat dimiliki.
Yahudi Kuno:
- Alkitab Ibrani (Perjanjian Lama): Kitab suci Yahudi mencatat beberapa tokoh penting seperti Abraham, Yakub, Daud, dan Salomo yang memiliki banyak istri. Tidak ada larangan eksplisit terhadap poligami dalam hukum Taurat.
- Interpretasi dan Pembatasan: Meskipun tidak dilarang, terdapat interpretasi dan perkembangan hukum Yahudi di kemudian hari yang cenderung membatasi atau mengatur poligami. Pada periode Talmud (setelah periode waktu yang Anda tentukan), terdapat pembatasan jumlah istri hingga empat untuk orang awam, mengikuti contoh Yakub. Beberapa rabi bahkan menganjurkan monogami.
- Motif: Motif poligami dalam masyarakat Yahudi kuno serupa dengan budaya lain pada masa itu, termasuk memperbanyak keturunan dan aliansi keluarga.
Kesimpulan:
Poligami dipraktikkan di Mesir dan Persia Kuno, terutama di kalangan elit, dengan tujuan politik dan penerusan keturunan. Di Yunani dan Roma Kuno, monogami adalah norma yang dominan bagi warga negara, meskipun hubungan di luar pernikahan sering terjadi. Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa poligami menjadi praktik umum di seluruh lapisan masyarakat di keempat peradaban ini selama periode waktu yang ditentukan.