
Menteng, sebuah kawasan di jantung kota Jakarta Pusat, selama puluhan tahun telah melekat erat dengan citra kemewahan, hunian para pejabat tinggi negara, serta rumah-rumah klasik bergaya kolonial yang tak lekang dimakan zaman. Nama Menteng identik dengan Jalan Teuku Umar, tempat tinggal sejumlah menteri, atau Jalan Cendana, yang pernah menjadi pusat kekuasaan keluarga mantan Presiden Soeharto.
Namun, di balik fasad kemewahan dan ketenangan yang dijaga ketat, Menteng menyimpan kontras yang mencolok. Kawasan ini adalah cermin sejati Jakarta: kota dengan jurang sosial yang lebar, di mana kemewahan berdampingan langsung dengan kesulitan. Memahami Menteng berarti mengakui adanya sisi lain yang jauh dari gemerlap.
Menteng: Kontras dalam Garis Batas
Secara administratif, Menteng tidak hanya mencakup kawasan town planning bergaya Belanda yang teratur dan elit. Ia juga melingkupi wilayah kelurahan lain seperti Menteng Atas dan Menteng Dalam yang secara sosio-ekonomi dan fisik sangat berbeda.
Di jantung Menteng, kita akan menemukan rumah-rumah besar dengan halaman luas, jalanan yang ditumbuhi pohon rindang, dan jarak antar rumah yang renggang—sebuah desain garden city yang dirancang pada awal abad ke-20. Inilah citra Menteng yang selama ini dikenal.
Sebaliknya, di kantong-kantong permukiman seperti di sebagian wilayah Menteng Atas atau di area padat dekat perbatasan dengan Manggarai dan Matraman, Menteng menjelma menjadi kawasan padat penduduk dengan karakteristik permukiman kumuh. Rumah-rumah di sini berdiri berdempetan, gang-gang sempit menjadi akses utama, dan infrastruktur sering kali seadanya. Di sinilah letak kerentanan sosial dan fisik Menteng yang sesungguhnya.
Kerentanan Klasik Jakarta: Api dan Air
Kontras permukiman ini menjadi krusial ketika bencana melanda. Baik rumah mewah maupun permukiman padat di Menteng sama-sama tidak luput dari ancaman klasik kota metropolitan: kebakaran dan banjir.
Ancaman Si Jago Merah: Di Gang Sempit dan Rumah Mewah
Kebakaran adalah ancaman nyata, terutama di permukiman padat. Kasus kebakaran besar sering dilaporkan terjadi di wilayah Menteng yang padat penduduk, misalnya di sekitar Jalan Menteng Raya atau Menteng Dalam.
Dalam kasus seperti ini, dampak kerugian berlipat ganda:
- Celah Listrik: Korsleting listrik di permukiman padat dengan instalasi yang sering tidak standar menjadi pemicu utama.
- Akses Sulit: Kondisi gang-gang yang sempit dan rumah yang berdempetan membuat api cepat merambat dan menyulitkan mobil pemadam kebakaran untuk mencapai lokasi dengan cepat. Tidak jarang, petugas pemadam harus bekerja ekstra keras, bahkan hingga jatuh korban pingsan atau cedera karena tertimpa reruntuhan di area yang minim ruang gerak.
Menariknya, kebakaran juga bisa menghanguskan rumah mewah di kawasan elit. Beberapa insiden pernah terjadi, diduga akibat korsleting listrik. Perbedaan utama adalah, jika rumah mewah terbakar, api cenderung dapat dilokalisasi karena jarak antar bangunan yang lebar, namun kerugian materiil yang diderita pemilik sangat fantastis.
Ancaman Banjir: Melumpuhkan Kawasan Elite
Meskipun beberapa tokoh politik pernah menyatakan Menteng bukan daerah rawan banjir, kenyataan historis menunjukkan sebaliknya. Menteng, khususnya bagian yang berdekatan dengan Sungai Ciliwung, rentan terhadap banjir kiriman.
Pada saat banjir besar melanda Jakarta, kawasan elite di Menteng pun pernah terendam. Air yang meluap dari sungai dapat menjebol tanggul atau pembatas dan tumpah ruah ke permukiman, merendam mobil-mobil mewah dan mengganggu ketenangan warga.
Kasus banjir di Menteng menunjukkan bahwa kemewahan tidak selalu menjamin kekebalan terhadap masalah infrastruktur dan tata ruang kota. Seluruh warga Jakarta, kaya maupun miskin, pada akhirnya berada di bawah ancaman yang sama ketika sistem drainase dan pengendalian air di ibu kota gagal berfungsi.
Kesimpulan
Menteng lebih dari sekadar “rumah mantan presiden” atau “jalan menteri”. Ia adalah mozaik sosiologis yang kompleks, tempat kekayaan bersejarah berinteraksi dengan kerentanan permukiman padat.
Melihat Menteng secara utuh berarti melihat pemandangan kontras yang nyata: jalanan bersih di satu sisi, dan gang-gang rawan kebakaran di sisi lain. Tantangan pemerintah daerah di Menteng adalah bagaimana mempertahankan warisan budaya dan infrastruktur kawasan elit sambil secara aktif meningkatkan kualitas hidup dan mitigasi bencana bagi warga di permukiman padat yang menjadi bagian tak terpisahkan dari distrik Menteng yang sesungguhnya.