Fatwa Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) menyatakan bahwa Sunat Pada Anak Perempuan (P2GP) adalah haram

Masalah sunat atau khitan pada bayi perempuan di negara dengan penduduk Muslim merupakan isu yang kompleks dan memicu perdebatan yang signifikan, melibatkan aspek agama, tradisi, kesehatan, dan hak asasi perempuan. Praktik ini sering disebut juga sebagai Pemotongan/Pelukaan Genitalia Perempuan (P2GP) atau Female Genital Mutilation (FGM).

Sunat bayi anak perempuan

Pemotongan / Pelukaan Genitalia Perempuan (P2GP)

Female Genital Mutilation (FGM)

Silahkan baca juga:

Berikut adalah poin-poin utama mengenai masalah ini:

1. Perbedaan Pandangan Keagamaan

Dalam Islam, terdapat perbedaan pendapat ulama mengenai hukum sunat perempuan:

  • Wajib (Fardhu): Beberapa ulama, terutama dalam mazhab Syafi’i yang dominan di beberapa negara seperti Indonesia, memandang sunat perempuan sebagai wajib (walaupun sebagian lainnya dalam mazhab yang sama menganggapnya sunnah/kemuliaan).
  • Sunnah/Kemuliaan (Makrumah): Mayoritas ulama modern dan lembaga keagamaan seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI) berpendapat bahwa sunat perempuan hukumnya makrumah (kemuliaan) atau sunnah, bukan wajib. Fatwa MUI umumnya merekomendasikan sunat perempuan dengan cara yang tidak berbahaya (sekadar simbolis atau goresan kecil), tidak boleh berlebihan.
  • Tidak Wajib atau Dilarang: Banyak cendekiawan Muslim kontemporer dan organisasi keagamaan (seperti Muhammadiyah dan beberapa ulama terkemuka lainnya) berpendapat bahwa sunat perempuan tidak wajib dan bahkan sebaiknya ditinggalkan atau dilarang karena tidak didukung oleh dalil kuat yang shahih dan dapat menimbulkan madharat (kerugian/bahaya).

2. Praktik di Negara Muslim

Praktik sunat perempuan ditemukan di banyak negara dengan populasi Muslim, terutama di sebagian Afrika (seperti Mesir, Sudan, dan Kenya Utara), Timur Tengah (seperti Yaman, Oman), dan Asia (termasuk Indonesia).

  • Variasi Praktik: Cara pelaksanaannya sangat bervariasi, mulai dari yang simbolis (hanya menggores atau mengoleskan kunyit pada klitoris) yang umum di Indonesia, hingga bentuk yang ekstrem dan berbahaya (seperti eksisi/pemotongan sebagian atau seluruh klitoris dan labia) yang diklasifikasikan WHO sebagai FGM Tipe I, II, dan III dan lebih sering terjadi di Afrika.
  • Motivasi: Selain alasan agama, praktik ini sering didorong oleh tradisi leluhur, norma sosial, dan keyakinan untuk mengendalikan hawa nafsu perempuan atau untuk kesucian dan kebersihan, meskipun tidak ada bukti medis yang mendukung.
See also  Slang for Woman Vagina, Buttock & Penis

3. Dampak Kesehatan dan Etika

Dari sudut pandang kesehatan dan hak asasi manusia, praktik sunat perempuan menuai kecaman keras:

  • Tidak Ada Manfaat Medis: Organisasi kesehatan dunia (WHO) dan kalangan medis menegaskan bahwa sunat perempuan tidak memiliki manfaat kesehatan.
  • Risiko Kesehatan: Praktik ini, terutama yang melibatkan pemotongan, dapat menyebabkan pendarahan hebat, infeksi, nyeri kronis, gangguan berkemih, komplikasi persalinan, masalah psikis (trauma dan depresi), hingga kematian.
  • Pelanggaran Hak Asasi: Sunat perempuan dianggap sebagai bentuk kekerasan terhadap perempuan dan anak serta pelanggaran hak asasi yang dapat merusak integritas fisik dan psikologis.

4. Upaya Pelarangan dan Penghapusan

Di banyak negara, termasuk yang berpenduduk mayoritas Muslim, terdapat upaya untuk menghapus praktik ini:

  • Kebijakan Pemerintah: Beberapa negara (termasuk Indonesia) sempat mengeluarkan peraturan yang melarang praktik sunat perempuan oleh tenaga kesehatan, meskipun implementasi dan penegakannya masih menjadi tantangan. Di Indonesia sendiri, Komnas Perempuan dan beberapa organisasi berjuang untuk memastikan penghapusan praktik ini dalam peraturan kesehatan.
  • Isu Global: PBB dan WHO secara aktif mengampanyekan penghapusan FGM/P2GP di seluruh dunia.
  • Fatwa Organisasi Perempuan: Di Indonesia, Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) telah mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa P2GP tanpa alasan medis adalah haram.

Keputusan tersebut adalah hasil dari Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) ke-2.

Sumber Utama Fatwa

Fatwa ini adalah bagian dari Sikap Keagamaan dan Rekomendasi yang dikeluarkan pada:

  • Acara: Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) Ke-2
  • Waktu Pelaksanaan KUPI II: 24 – 26 November 2022
  • Tempat: Pondok Pesantren Hasyim Asy’ari, Bangsri, Jepara, Jawa Tengah
  • Nomor Fatwa: Fatwa KUPI II tentang Perlindungan Perempuan dari Pemotongan dan Pelukaan Genitalia Perempuan (P2GP) yang Membahayakan Tanpa Alasan Medis, dengan nomor No. 08/MK-KUPI-2/XI/2022.
See also  Dirty Sarahs Mencari Cinta Black Mamba BBC ke Negara Afrika

Isi Utama Fatwa

Salah satu poin utama yang dibacakan adalah:

“Hukum melakukan tindakan pemotongan dan/atau pelukaan genitalia perempuan (P2GP) tanpa alasan medis adalah HARAM.”

Sumber Berita Terkait

Berita mengenai keputusan ini diliput luas oleh berbagai media, termasuk:

  1. KBR.ID (Kantor Berita Radio): Berjudul “KUPI II: Sunat Perempuan Tanpa Alasan Medis, Haram” (Diterbitkan sekitar 27 November 2022).
  2. Kupipedia.id (Portal informasi resmi KUPI): Berjudul “Sunat Perempuan Haram! Diputuskan di Kongres Ulama Perempuan Indonesia II” (Diterbitkan sekitar 30 November 2022).
  3. Magdalene.co: Liputan mengenai 5 Sikap Keagamaan dan 8 Rekomendasi KUPI II, termasuk penegasan haramnya P2GP.
  4. Komnas Perempuan: Sering merujuk pada hasil kajian dan fatwa KUPI 2022 dalam pernyataan sikap mereka tentang penghapusan praktik sunat perempuan.

Keputusan KUPI ini menjadi dasar argumen keagamaan yang kuat bagi aktivis, lembaga negara, dan akademisi untuk mendorong penghapusan praktik sunat perempuan di Indonesia.

Visited 8 times, 1 visit(s) today