Meluruskan Kisah “Perjalanan ke Barat”: Bukan Mencari Al-Qur’an, Tapi Kitab Suci Budha

Karya sastra klasik Tiongkok dari era Dinasti Ming, “Xi You Ji” (Perjalanan ke Barat), telah meresap jauh ke dalam budaya populer, termasuk di Indonesia. Kisah petualangan fantastis Biksu Tong Sam Cong (Táng Sānzàng), Sun Go Kong (Sun Wukong) si Raja Kera, Cu Pat Kai (Zhū Bājiè) si siluman babi, dan Sha Wujing (Shā Wùjìng) si siluman kerbau/pendeta, mencari kitab suci di “Barat” adalah narasi yang dikenal lintas generasi.

Namun, di tengah popularitasnya, muncul satu kesalahpahaman yang cukup luas di kalangan masyarakat: bahwa kitab suci yang mereka cari di Barat adalah Al-Qur’an. Pemahaman ini jelas keliru dan bertentangan dengan konteks sejarah, budaya, dan agama di balik kisah legendaris tersebut.

Asal-Usul Kisah Nyata: Misi Seorang Biksu ke India

Untuk meluruskan kesalahpahaman ini, kita harus kembali pada akar cerita yang sesungguhnya. Meskipun “Xi You Ji” adalah novel fiksi yang dibumbui elemen dewa, siluman, dan keajaiban, inti ceritanya didasarkan pada perjalanan nyata seorang biksu Tiongkok yang masyhur: Xuanzang (602-664 M).

Xuanzang hidup pada masa Dinasti Tang yang makmur. Ia adalah seorang sarjana Buddha yang terkemuka, namun ia merasa kecewa dengan terjemahan kitab suci Buddha (Sutra) yang tidak lengkap dan seringkali bertentangan di Tiongkok. Didorong oleh rasa ingin tahu spiritual dan hasrat untuk mencari kebenaran otentik, Xuanzang memutuskan untuk melakukan perjalanan berbahaya ke tempat lahirnya Buddhisme.

Kitab Suci yang Dicari Adalah Sutra (Kitab Suci Buddha)

“Barat” yang dimaksud dalam konteks Xuanzang dan novel Xi You Ji bukanlah Timur Tengah (tempat asal agama Islam dan Al-Qur’an), melainkan India (Tianzhu, 天竺, dalam bahasa Mandarin kuno)—tempat agama Buddha berasal.

  • Tujuan Sebenarnya: Perjalanan Xuanzang (dan tokoh Tong Sam Cong) adalah untuk mendapatkan kitab suci Buddha (Sutra/Tripitaka) yang asli dan belum diterjemahkan (atau diterjemahkan dengan benar). Tujuan utama adalah kembali ke Tiongkok dengan membawa ajaran Buddha yang murni.
  • Waktu Sejarah: Xuanzang melakukan perjalanannya pada abad ke-7 (629 M). Pada saat itu, Islam memang sudah mulai menyebar, namun fokus utama Tiongkok dalam konteks keagamaan dan intelektual saat itu adalah pada Buddhisme, Taoisme, dan Konfusianisme. Jarak, konteks budaya, dan misi spiritual Xuanzang secara eksplisit hanya tertuju pada ajaran Buddha.
See also  Berapa Kekayaan Hercules yang terkenal sebagai Preman

Dengan demikian, kitab suci yang dicari Biksu Tong Sam Cong dan murid-muridnya adalah Tripitaka (Tiga Keranjang), yaitu kanon kitab suci Buddha, bukan Al-Qur’an.

Fiksi Melapis Realitas: Tong Sam Cong dan Murid-Muridnya

Dalam novel fiksi, tokoh Biksu Tong Sam Cong adalah representasi spiritual dari Xuanzang. Ia digambarkan sebagai sosok suci yang rapuh secara fisik namun teguh imannya. Murid-muridnya—Sun Go Kong, Cu Pat Kai, dan Sha Wujing—adalah karakter fiksi (Siluman/Dewa) yang secara simbolis mewakili berbagai aspek batin dan tantangan hidup:

  • Sun Go Kong (Sun Wukong): Melambangkan pikiran yang gelisah dan nakal (kera), tetapi memiliki kemampuan luar biasa dan loyalitas. Ia adalah kekuatan yang tidak terkendali yang akhirnya diarahkan pada kebaikan.
  • Cu Pat Kai (Zhu Bajie): Melambangkan hawa nafsu dan keserakahan (babi), terutama pada makanan dan wanita. Karakter ini, seperti yang disinggung dalam artikel sebelumnya, adalah perwujudan konkret dari godaan yang harus dilawan oleh setiap biksu.
  • Sha Wujing: Melambangkan ketenangan, kesabaran, dan ketekunan.

Meskipun kisah Xi You Ji adalah fantasi, keberhasilan Tong Sam Cong dalam menghadapi ribuan cobaan dan godaan (termasuk godaan seksual dan keserakahan duniawi) hanyalah metafora untuk perjuangan spiritual berat yang harus dilalui Xuanzang—dan setiap penganut Buddha—untuk mencapai pencerahan dan mendapatkan ajaran yang murni.

Penutup: Mengapresiasi Konteks Sejarah

Kesalahpahaman bahwa perjalanan ke Barat mencari Al-Qur’an mungkin timbul karena penyebutan “Barat” yang ambigu dan kurangnya pemahaman tentang sejarah agama di Tiongkok. Adalah penting untuk mengapresiasi karya sastra ini dalam konteksnya yang benar—sebagai kisah epik tentang pencarian kebenaran spiritual dalam Buddhisme Mahayana.

“Xi You Ji” adalah rujukan abadi tentang ketekunan, pengendalian diri (seperti yang ditunjukkan Tong Sam Cong dalam menolak godaan, bertolak belakang dengan kasus biksu Thailand kontemporer), dan kerjasama untuk mencapai tujuan suci. Ini adalah kisah tentang Biksu Xuanzang yang membawa ajaran Buddha dari India ke Tiongkok, bukan tentang kisah lain. Meluruskan detail ini memungkinkan kita untuk menghargai kekayaan sastra dan kedalaman sejarah di balik legenda Raja Kera dan gurunya.

Visited 5 times, 1 visit(s) today