Penyelidikan mendadak (sidak) oleh mantan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi (KDM), terhadap sumber air yang digunakan oleh pabrik Aqua di Subang dan temuannya bahwa pabrik menggunakan air tanah dalam (sumur bor) alih-alih hanya dari mata air, memang memicu perdebatan publik. Kehebohan ini muncul karena iklan Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) seringkali menonjolkan citra air yang bersumber dari mata air atau pegunungan alami yang dilindungi, seolah-olah hanya itu satu-satunya sumber yang digunakan.
Berikut adalah pembahasan mengenai praktik umum penggunaan air sumur dalam oleh industri AMDK di Indonesia dan mekanisme perizinannya.
Apakah hal biasa produk air minum Indonesia memakai air sumur dalam?
Secara teknis, penggunaan air tanah dalam (melalui sumur bor) oleh industri Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) seperti Aqua, Le Minerale, Vit, Ades, Cleo, Club, Pristine, dan lainnya adalah praktik yang umum dan diizinkan di Indonesia, asalkan memiliki izin resmi.
Perbedaan Sumber Air
Perlu dipahami bahwa istilah yang sering digunakan oleh industri AMDK merujuk pada beberapa jenis sumber air:
- Air Mata Air (Spring Water): Air yang mengalir ke permukaan secara alami dari lapisan air tanah (akuifer) di bawah bumi.
- Air Tanah (Groundwater): Air yang terdapat di bawah permukaan tanah dalam lapisan geologi yang disebut akuifer. Pengambilannya dilakukan dengan cara pengeboran (sumur bor).
- Air Permukaan (Surface Water): Air yang berada di permukaan tanah, seperti sungai, danau, atau waduk. Biasanya memerlukan pengolahan lebih lanjut.
Banyak merek AMDK, termasuk yang besar, menggunakan sumber air yang secara geologis diklasifikasikan sebagai air tanah. Air tanah ini diambil melalui pengeboran dalam, yang dalam bahasa sehari-hari sering disebut sumur bor. Meskipun diambil dari sumur bor, air tersebut masih berasal dari akuifer di bawah kawasan pegunungan atau daerah yang diklaim ‘terlindungi’, yang memiliki kualitas mineral alami yang baik.
Perspektif Pemasaran vs. Teknik
Persoalan utama yang timbul dari temuan KDM adalah ketidaksesuaian persepsi antara klaim pemasaran dengan fakta teknis di lapangan.
- Pemasaran: Menggunakan narasi “air pegunungan” atau “mata air terlindungi” yang mengesankan air diambil langsung dari sumber alami di permukaan.
- Fakta Teknis: Air yang diambil sering kali adalah air tanah dari akuifer yang berada di dalam formasi geologi pegunungan, diekstraksi menggunakan sumur bor untuk menjamin kemurnian dan jumlah pasokan yang stabil.
Produsen AMDK berdalih bahwa air yang mereka ambil dari sumur bor adalah air yang sama, atau bahkan lebih murni, dengan yang ada di mata air, hanya saja metode pengambilannya yang berbeda untuk alasan efisiensi dan higienitas produksi massal.
Perizinan Pengambilan Air Tanah
Izin mengambil air tanah atau air mata air dari mana, Pemda Daerah Kabupaten atau Departemen Industri?
Di Indonesia, perizinan untuk kegiatan pengusahaan air tanah (termasuk air yang diambil dari sumur bor atau mata air untuk tujuan komersial seperti AMDK) adalah kewenangan yang diatur di tingkat Pemerintah Pusat, khususnya oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melalui Badan Geologi.
Dasar Hukum dan Kewenangan
- Kewenangan Pusat: Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air, serta turunannya seperti Peraturan Menteri ESDM No. 14 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Izin Pengusahaan Air Tanah dan Persetujuan Air Tanah, izin ini diterbitkan oleh Kementerian ESDM setelah melalui evaluasi teknis kondisi lingkungan dan hidrogeologi.
- Mekanisme Perizinan: Proses perizinan saat ini cenderung terintegrasi melalui sistem perizinan berusaha secara elektronik, yaitu Online Single Submission (OSS) berbasis risiko. Izin yang diberikan adalah Izin Pengusahaan Air Tanah (IPAT).
- Peran Daerah: Pemerintah Daerah (Provinsi/Kabupaten/Kota) memiliki peran dalam hal pengawasan, pengendalian, dan penetapan tarif retribusi atau pajak air tanah di wilayahnya, sesuai dengan peraturan dan pendelegasian wewenang dari pusat. Namun, kewenangan penerbitan izin pengusahaan air tanahnya ada di tingkat pusat (Kementerian ESDM).
Implikasi Sidak KDM
Kasus sidak KDM memicu Kementerian ESDM untuk melakukan evaluasi terhadap izin pengusahaan air tanah yang telah diberikan kepada perusahaan AMDK, termasuk Aqua. Evaluasi ini bertujuan untuk memastikan kepatuhan terhadap izin teknis, jumlah kuota pengambilan air, dan dampaknya terhadap lingkungan sekitar serta ketersediaan air bersih bagi masyarakat.
Singkatnya, penggunaan air tanah (sumur bor) untuk AMDK adalah legal dan biasa, selama memiliki izin dari Kementerian ESDM dan mematuhi semua regulasi teknis serta kuota yang ditetapkan. Polemik muncul karena interpretasi publik terhadap klaim pemasaran “air pegunungan” atau “mata air” yang tidak selalu sama dengan metode pengambilan air yang legal secara teknis (sumur bor).