
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digagas Presiden Prabowo sejatinya adalah ide mulia — memberi asupan sehat bagi anak sekolah agar tumbuh kuat, cerdas, dan bahagia serta menggerakan ekonomi UMKM lewat mekanisme trickle down effect. Tapi di lapangan, pelaksanaannya sering kali lebih mirip drama komedi daripada kebijakan gizi nasional.
- Momen Kocak & Absurd Program MBG dan Film Komedi WARKOP
- Keracunan MBG Terjadi di 25 Provinsi 88 Daerah Menyebar di Indonesia & Inilah 4 Sumber Keracunan (Bagian 1/2)
- Keracunan MBG Terjadi di 25 Provinsi 88 Daerah Menyebar di Indonesia & Inilah 4 Sumber Keracunan (Bagian 2/2)
- Timeline Kasus Keracunan Massal terkait Program Makan Bergizi Gratis (MBG) Januari – Oktober 2025
- Waduh! Harga Ayam dan Telur Naik Akibat Permintaan Program Makan Bergizi Gratis MBG
- Tidak Maksimal Pencegahan Korupsi Program MBG Makan Bergizi Gratis di Dapur Lokal Daerah
- Disaster Recovery Plan untuk Kasus Keracunan dan Kematian akibat Makan Bergizi Gratis MBG
Karena memang kitanya belum terbiasa
Bayangkan, ketika ratusan siswa dikabarkan keracunan makanan. Contohnya, 695 siswa di dua sekolah di Kabupaten Gunungkidul, DIY, dilaporkan mengalami gejala keracunan setelah menyantap makanan MBG. (Detik News, 29 Oktober 2025)
Apa respons dari Pejabat Negara?
“Bukan berarti salah masak kan? Karena memang kitanya belum terbiasa ya, belum terbiasa,”
Alih-alih mengecek higenis tidaknya bahan mentah dan kebersihan dapur SPPG, Pejabat malah mengatakan penyebab para siswa mengalami keracunan MBG karena masih belum terbiasa mengkonsumsinya, bukan karena salah dalam mengolah masakan.
Menu “bergizi” versi kreatif
Di lapangan, banyak menu MBG yang “bergizi” dalam versi paling kreatif di dunia: semangka setipis kartu ATM, lauk sepotong tahu yang kalah besar dari sendoknya, dan nasi yang keras.
Ahli gizi dr. Tan Shot Yen bahkan mengkritik keras isi menu MBG yang dinilai tidak kontekstual dengan budaya lokal:
“Masa makan bergizi diisi burger, spageti, chicken katsu. Itu bukan pola makan bangsa Indonesia.” (Detik Health, 16 September 2025)
MBG Tidak Mungkin Dikorupsi
Pejabat Badan Gizi Nasional (BGN) dengan yakin menyatakan bahwa program Makan Bergizi Gratis (MBG) “tidak mungkin ada korupsi”, karena skema pembayaran langsung melalui virtual account dan sistem pengadaan dua pihak. detikfinance+1
Namun hanya beberapa pekan kemudian, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan bahwa MBG merupakan program dengan anggaran “fantastis” dan sangat rawan korupsi—bahkan modusnya sudah mulai terbaca: pengadaan bahan baku murah, laporan fiktif, hingga potensi kerugian negara sampai miliaran rupiah. voiceindonesia.co+1
SEMANGKA SETIPIS KARTU ATM INI ADALAH POTENSI KORUPSI MBG
Yang keracunan sedikit, yang tidak keracunan lebih banyak
Argumen yang tak kalah ajaib pun muncul:
“Yang keracunan sedikit. Yang tidak keracunan lebih banyak.”
Dengan logika seperti ini, kalau ada 100 siswa dan 20 keracunan, berarti 80 sukses — prestasi besar, bukan? Data dari IPB University menyebut lebih dari 6.400 siswa di Indonesia sudah mengalami gejala keracunan akibat MBG selama 2025. (IPB Himasiera ORM, 2025). Bahkan Reuters melaporkan jumlahnya lebih tinggi: lebih dari 9.000 anak jatuh sakit akibat program ini. (Reuters, 1 Oktober 2025)
Ulat di sayur: bonus protein tak terduga
Ketika ditemukan ulat di sayur MBG, tanggapan yang muncul:
“Itu ulat organik, bisa dimakan, malah sehat.”
Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) menilai jenis ulat tersebut bisa dikonsumsi dan tinggi protein. Dalam dunia MBG, ulat sebagai bonus protein alami. Mungkin ke depan ada versi edisi spesial — dengan topping orong-orong goreng atau pepes jangkrik, slogan: “Lebih banyak protein, lebih cinta alam.”
Disuruh mengaku kekenyangan
Ironisnya, beberapa siswa yang mengeluh mual dan pusing justru disuruh mengaku kekenyangan. Karena dalam narasi resmi, tidak ada istilah “keracunan makanan” — hanya “efek samping makan terlalu bergizi”. (CNN Indonesia, 19 Sep 2025).
Belajar MBG ke India
Pemerintah akan belajar program MBG ke India. Alasannya, India dianggap sukses menjalankan program makan gratis untuk siswa. (Kompas, Metrotvnews.com). Ironisnya, di saat yang sama, media sosial seperti TikTok dan YouTube di Indonesia justru penuh dengan video street food India yang legendaris karena… ya, bukan karena higienisnya, tapi karena kekuatan perut penjual dan pembelinya.
Di dalam negeri banyak usaha “katering” makanan siap saji profesional sudah berpengalaman puluhan tahun yang bisa dijadikan rujukan seperti SOLARIA, HOKA HOKA BENTO, KFC dsb — menimbulkan tanya “kenapa tidak melibatkan katering nasional yang sudah terbiasa?” Kenapa barus mencari ilmu ke India?
Dari tangan tanpa sarung plastik, sendok yang dicuci sekenanya, sampai saus misterius di ember biru — semua jadi tontonan viral dunia. Dan kini, Indonesia belajar soal kebersihan dan gizi… dari negara yang netizennya sendiri bangga bilang, “Kalau kamu bisa makan street food India tanpa sakit perut, berarti imunmu sudah level dewa.”
Kalau bukan satire, ini jelas komedi internasional.
Orang tua mulai was-was
Banyak orang tua mulai menolak anaknya ikut program ini. Di beberapa sekolah, muncul surat pernyataan: boleh ikut, boleh tidak. (Detik Edu, 2025). Mereka takut anaknya pulang bukan dengan nilai bagus, tapi dengan surat rujukan ke puskesmas.
Kalau jadi ide Film Warkop DKI, bisa Box Office
Kalau semua ini difilmkan oleh Warkop DKI Dono Kasino Indro, mungkin bisa jadi komedi box office nasional. Bayangkan judulnya: “Warkop MBG”
Adegan Seorang DON sebagai jadi petugas dapur sekolah, Seorang IND jadi pejabat yang bilang “yang keracunan cuma sedikit”, dan Seorang KAS jadi orang tua murid yang protes karena anaknya makan ulat organik atau keracunan.
KAS: “Loe pikir anak gue burung kutilang? Loe kasih makan ulat begituan! Bego dipiara, kambing dipiara bisa gemuk!”
IND: “Tapi itu ulat organik, Pak! Lebih bergizi!”
KAS: “Bergizi dari hongkong! Dasar Monyet Bau, Kadal Bintit, Muka Gepeng, Kecoa Bunting, Babi Ngepet, Dinosaurus, Brontosaurus, Kirik!”
DON: “Gile lu, Ndro!”
Penonton pasti tertawa — tertawa sambil menepuk jidat. Karena sejatinya, film itu bukan sekadar hiburan, tapi cermin bagaimana bangsa ini sering menertawakan kebodohan diri sendiri.
Absurd tapi takut ditertawakan
Yang paling ironis dari semua ini adalah sikap denial yang berlapis-lapis. Alih-alih menerima kritik dan memperbaiki sistem pengadaan, para pejabat justru sibuk mengedepankan humor defensif untuk menutupi kegagalan. Adanya ketakutan program MBG jadi bahan olok-olok, justru membuatnya semakin absurd dan layak ditertawakan. Program yang semestinya mendidik soal gizi, kini malah jadi pelajaran nasional tentang logika yang hilang.