
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) menjadi salah satu kebijakan sosial paling ambisius di Indonesia modern. Dengan target jutaan pelajar dari tingkat TK hingga SMA, pemerintah melalui Badan Gizi Nasional (BGN) berupaya memastikan setiap anak mendapatkan satu porsi makanan sehat setiap hari sekolah.
- Maraknya Dapur SPPG Dapat Membunuh Kantin Sekolah & UMKM: Dilema Antara Gizi Anak MBG dan Keadilan Ekonomi Lokal
- Harga Per Porsi MBG di Indonesia vs Negara Lain: Antara Cita-Cita Mulia dan Realitas Dapur yang Seret
- Momen Kocak & Absurd Program MBG dan Film Komedi WARKOP
- Keracunan MBG Terjadi di 25 Provinsi 88 Daerah Menyebar di Indonesia & Inilah 4 Sumber Keracunan (Bagian 1/2)
- Keracunan MBG Terjadi di 25 Provinsi 88 Daerah Menyebar di Indonesia & Inilah 4 Sumber Keracunan (Bagian 2/2)
- Waduh! Harga Ayam dan Telur Naik Akibat Permintaan Program Makan Bergizi Gratis MBG
- Tidak Maksimal Pencegahan Korupsi Program MBG Makan Bergizi Gratis di Dapur Lokal Daerah
- Disaster Recovery Plan untuk Kasus Keracunan dan Kematian akibat Makan Bergizi Gratis MBG
Namun di balik niat mulia itu, muncul pertanyaan yang tak kalah penting: berapa sebenarnya harga realistis untuk satu porsi makanan bergizi layak? Apakah Rp10.000 per porsi cukup untuk menyediakan nasi, lauk hewani, sayur, dan buah segar — sesuai standar gizi nasional?
Untuk menjawabnya, mari kita bandingkan dengan negara-negara tetangga yang sudah lebih lama menjalankan program makan sekolah: Thailand, Malaysia, Singapura, dan Jepang.

🇮🇩 Indonesia: Ambisi Besar, Anggaran Mini
Berdasarkan keputusan BGN tahun 2025, alokasi biaya MBG berkisar antara Rp8.000 hingga Rp15.000 per porsi, tergantung jenjang pendidikan dan kondisi wilayah:
- TK/SD: Rp8.000 – Rp10.000
- SMP/SMA: Rp10.000 – Rp12.000
- Wilayah khusus (Papua, NTT): bisa naik hingga Rp15.000
Namun dalam praktiknya, sebagian besar SPPG (Sentra Penyediaan Pangan Gizi) menerima Rp10.000 per porsi untuk siswa SMP dan SMA — angka yang tampak mustahil jika menu harus mencakup nasi, lauk hewani (ayam/ikan), sayur, dan buah.
Harga pasar bahan baku per porsi saja saat ini sudah mendekati Rp12.000–Rp14.000. Dengan kata lain, setiap piring MBG berpotensi defisit kualitas atau ukuran.
Jika dibandingkan dengan standar gizi harian anak remaja (600–700 kkal, 20–25 g protein), angka Rp10.000 hanya cukup menyediakan 60–70 persen kebutuhan kalori dan jauh di bawah standar protein ideal. Maka, meskipun niatnya luhur, Indonesia menjalankan program makan bergizi dengan biaya yang “kurang bergizi.”

🇹🇭 Thailand: Rp 13.000 – Rp 17.000 per Porsi
Thailand sudah melaksanakan program makan sekolah sejak tahun 1992 di bawah Office of the Basic Education Commission (OBEC). Pemerintah menyediakan 20–25 baht per anak per hari (sekitar Rp13.000 – Rp17.000) tergantung wilayah.
Dengan dana itu, siswa di sekolah negeri menerima makanan yang relatif lengkap: nasi, lauk hewani (ayam, ikan, atau daging cincang), sayur, buah, dan kadang susu kotak. Menu dikontrol oleh ahli gizi daerah, dan dapur sekolah biasanya dikelola langsung oleh komunitas orang tua dan koperasi sekolah.
Perbedaan utamanya:
- Tidak ada pihak ketiga seperti SPPG besar.
- Dana dikelola langsung di tingkat sekolah, meminimalkan margin komersial.
- Pemerintah pusat hanya menentukan menu standar dan nutrisi minimal.
Inilah sebabnya dengan biaya 30–70% lebih tinggi dari Indonesia, Thailand berhasil mempertahankan kualitas dan keterlibatan lokal tanpa kehilangan efisiensi.
🇲🇾 Malaysia: Rp 18.000 – Rp 22.000 per Porsi
Malaysia memiliki program Rancangan Makanan Tambahan (RMT) yang dijalankan sejak tahun 1979 untuk pelajar dari keluarga berpendapatan rendah. Pada 2024, Kementerian Pendidikan Malaysia menetapkan biaya RM 5 – 6 per porsi (sekitar Rp18.000 – Rp22.000).
Menu standar RMT mencakup:
- Karbohidrat utama (nasi atau roti),
- Protein hewani (ayam, ikan, telur),
- Sayur, buah, dan air putih/minuman sehat.
Setiap sekolah memiliki penyelia makanan yang wajib mematuhi pedoman gizi nasional, dan pemasok makanan diambil dari vendor lokal bersertifikat.
Artinya, Malaysia memilih kualitas gizi dan kontrol ketat, bukan efisiensi ekstrem. Anggarannya dua kali lipat dari Indonesia, tetapi hasilnya terlihat dalam data nasional: angka stunting Malaysia hanya 19%, separuh dari Indonesia.
🇸🇬 Singapura: Rp 30.000 – Rp 40.000 per Porsi
Singapura tidak memiliki program “gratis universal” seperti MBG, tetapi hampir semua sekolah negeri memiliki subsidized school meal scheme bagi siswa berpenghasilan rendah. Dana pemerintah sekitar SGD 2.5 – 3 per porsi (Rp30.000 – Rp40.000).
Menu disiapkan oleh school canteen vendors di bawah pengawasan Health Promotion Board (HPB), dengan standar ketat: rendah gula, rendah lemak, tanpa MSG. Setiap porsi mencakup nasi/pasta, lauk hewani, dua jenis sayur, dan buah segar.
Yang menarik, biaya tinggi diimbangi transparansi dan pengawasan kualitas. Pemerintah tidak memotong alokasi, dan vendor wajib menampilkan label kalori di setiap menu. Dengan model ini, Singapura memprioritaskan mutu gizi dan transparansi, bukan sekadar banyaknya porsi.
🇯🇵 Jepang: Rp 25.000 – Rp 30.000 per Porsi
Jepang adalah benchmark dunia untuk program makan sekolah (kyūshoku). Biaya rata-rata ¥250 – ¥300 per anak per hari (sekitar Rp25.000 – Rp30.000), dan sebagian ditanggung oleh pemerintah daerah serta orang tua. Namun, seluruh pelaksanaannya dilakukan langsung di dapur sekolah dengan koki profesional dan pengawasan ahli gizi.
Setiap porsi mencakup: nasi, lauk utama, sayur, sup miso, susu, dan buah. Bahkan nilai pendidikan gizi menjadi bagian kurikulum — siswa dilatih membantu penyajian dan menghargai makanan.
Kualitasnya tinggi karena program ini tidak hanya soal makan, tapi juga soal pendidikan karakter dan disiplin gizi.
📊 Perbandingan Ringkas Biaya dan Model
| Negara | Biaya per Porsi (Rp) | Model Pelaksana | Kualitas Menu |
|---|---|---|---|
| Indonesia | 8.000 – 15.000 | SPPG (outsourcing) | Variatif, sering minim buah/protein |
| Thailand | 13.000 – 17.000 | Dikelola sekolah | Lengkap, komunitas terlibat |
| Malaysia | 18.000 – 22.000 | Vendor lokal diawasi | Lengkap, menu bergizi |
| Singapura | 30.000 – 40.000 | Vendor sekolah + HPB | Sangat lengkap & sehat |
| Jepang | 25.000 – 30.000 | Dapur sekolah sendiri | Standar emas global |
🍛 Kesimpulan: Mimpi Gizi Sehat Butuh Dana Besar
Makan bergizi gratis bukan hanya soal distribusi, tapi soal kualitas, transparansi, dan keberlanjutan. Indonesia memang patut diapresiasi karena berani meluncurkan program nasional sebesar MBG, tetapi jika harga per porsi hanya Rp 10.000, maka kita berisiko memberi porsi besar dalam slogan, tapi kecil dalam gizi.
Negara-negara yang sukses menjalankan program makan sekolah punya satu kesamaan:
➡️ Mereka tidak menawar murah soal kualitas anak-anaknya.
Mungkin sudah waktunya Indonesia meniru semangat itu — menaikkan standar biaya, memperkuat dapur sekolah, dan menghapus paradigma bahwa “murah” selalu identik dengan “efisien.” Karena anak yang kenyang belum tentu sehat, dan program besar belum tentu bergizi bila angka dasarnya tidak realistis.