
Stop Khitan Pada Bayi Perempuan! Konsultasi kepada Dokter Bukan Ulama atau Dukun Sunat Bayi!
Dalam Al-Quran tidak ada satu pun ayat yang secara tegas mewajibkan khitan sunat baik pada laki-laki maupun wanita, Sumber hukumnya hanya dari hadits (perkataan Nabi Muhammad). Sehingga tidak mengherankan 4 mahzab utama dalam Islam berbeda pendapat mengenai khitan sbb:
- Mahzab Hanafi dan Maliki berpendapat bahwa hukum berkhitan bagi laki-laki adalah sunah (tidak wajib tapi dianjurkan).
- Mahzab Syafi’I dan Hanbali mewajibkan khitan bagi laki-laki.
- Sedangkan untuk wanita, Hanafi dan Hanbali mubah/dibolehkan (tingkat hukum mubah dibawah level hukum sunah).
- Sedangkan Syafi’I menyatakan wajib.

Sebagaimana yang dicatat Yusuf Qardawi (dalam ensiklopedi yang sama), khitan pada anak-perempuan tidak sama di negara-negara berpenduduk Islam, Brunei, Malaysia dan Indonesia (yang menganut mahzab Syafii) adalah negeri-negeri yang mengkhitankan anak perempuan. Sementara di Timur tengah tidak ada tradisi ini.
OKI Menentang Praktek Sunat Perempuan
“Mutilasi alat kelamin perempuan harus dihentikan. Islam tidak mendukung praktek itu,” kata Sekretaris Jenderal OKI, Ekmeleddin Ihsanoglu.
Tempo, 5 Desember 2012 | 15.31 WIB
https://www.tempo.co/politik/oki-menentang-praktek-sunat-perempuan-nbsp–1641778
Hadits yang agak tegas menyarankan khitan pada perempuan hanyalah hadits yang dikumpulkan Abu Dawud,
”bahwa Nabi Muhammad pernah berkata kepada seorang perempuan juru khitan anak perempuan, ‘sedikit sajalah dipotong, sebab hal itu menambah cantik wajahnya dan kehormatan bagi suaminya’”.
Perlu diinformasikan disini, dalam Islam, hadits-hadits yang dikumpulkan oleh Imam Abu Dawud dianggap kurang bernilai bila dibandingkan hadits kumpulan Imam Muslim dan Imam Bukhari.
Fatwa Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) menyatakan bahwa
Sunat Pada Anak Perempuan (P2GP) adalah haram.Bisa Ganggu Kesehatan, Menteri Agama Tegaskan Perempuan Tidak Wajib Dikhitan
Saya menghimbau seyogyanya MUI segera memberi fatwa tegas tentang hal ini dengan minta pendapat para dokter yang kompeten. Selain penjelasan diatas, mungkin penjelasan dibawah ini dapat meyakinkan MUI sehingga tidak lagi sekedar mengekor penafsiran Imam Syafi’I.
Pada tahun 1995 saya menjadi kaget setelah melihat salah satu buku teks Biologi untuk tingkat universitas tentang perkembangan janin dalam kandungan. Pada beberapa bulan pertama alat kelamin laki-laki dan perempuan bentuknya sama, kemudian sedikit-demi sedikit mengikuti perkembangan janin, alat kelamin laki-laki mengalami perubahan mencolok, (maaf) ujung/kepala zakarnya dan badan zakar cenderung berkembang dan bagian bawahnya menutup rapat, Sedangkan pada bayi perempuan kelentit / cilitoris yang merupakan bagian sama dengan ujung zakar tidak mengalami perkembangan berarti dan tidak terjadi penutupan rapat pada alat kelaminnnya. Dengan demikian khitan pada kelentit perempuan sama saja dengan memotong sebagian ujung zakar seorang laki-laki bukan lagi sekedar kulit penutup ujung zakar.
Tentunya si bayi perempuan akan sangat menderita mengingat kelentit perempuan sebagaimana ujung zakar pria adalah salah satu bagian tubuh dimana banyak sekali syaraf-syaraf perasa berada. Inilah yang membuat orang-orang barat yang mengetahui masalah ini memprotes sangat keras praktek khitan pada bayi perempuan.
Mahmud Syaltut, ulama dari mesir, dalam ensiklopedi yang sama, menyatakan karena Khitan tidak ada nash dalam Alquran maka urusan Khitan hanyalah urusan ijtihad (inisiatif ulama). Syaltut menambahkan “membuat sakit orang yang masih hidup tidak dibolehkan dalam Islam, kecuali ada kemahlahatan-kemashlahatan yang yang kembali kepadanya dan melebih rasa sakit yang menimpanya.
Respon Warga Umat Islam yang tidak paham kesehatan:
Catatan: ADMIN SEJARAHID menulis artikel ini di BLOG pada 22 tahun yang lalu “Maret 2003” (ada bukti di web.archive.org)
