
SEJARAHID Pernyataan Menko Bidang Pemberdayaan Masyarakat, Muhaimin Iskandar atau Cak Imin, baru-baru ini memicu kehebohan. Dalam sebuah forum, ia menyebut dua raksasa ritel modern, Indomaret dan Alfamart, sebagai “pembunuh UMKM”. Tuduhan ini sontak menimbulkan perdebatan luas, bukan hanya di media sosial, tapi juga di kalangan pelaku usaha kecil, pakar ekonomi, hingga masyarakat biasa yang sehari-hari berbelanja di minimarket.
“Cak Imin Keder Hadapi Ritel Modern, Indomaret–Alfamart Jadi Sasaran”
“Keblinger Menilai Pasar, Cak Imin Sebut Indomaret dan Alfamart Pembunuh UMKM”
“Keder di Era Modern, Menteri Cak Imin Hujat Indomaret–Alfamart”
“Cak Imin Keblinger: Indomaret–Alfamart Dituding Bunuh UMKM”
“Keder Hadapi UMKM, Cak Imin Justru Salahkan Indomaret dan Alfamart”
“Keblinger di Podium, Cak Imin Tuduh Ritel Modern Pembunuh UMKM”
“Saat Menteri Keder, Indomaret–Alfamart Dijadikan Kambing Hitam”
“Cak Imin Keblinger? Tuduhan Aneh ke Indomaret dan Alfamart”
Pernyataan tersebut terasa janggal karena tidak didukung data kuat, dan justru menimbulkan kesan bahwa sang menteri kebingungan mencari cara melindungi UMKM tanpa memahami perubahan zaman dan perilaku konsumen.
Ritel Modern: Daya Tarik dan Keunggulan
Indomaret dan Alfamart sejatinya adalah jaringan waralaba. Model bisnis ini menarik karena memberikan kepastian profit bagi investor. Tidak heran jika minimarket menjamur hingga pelosok desa. Ambil contoh di daerah Tapos, Kecamatan Tenjo, Kabupaten Bogor, yang lokasinya dekat kampus IPB Dramaga. Desa kecil di sana kini dipenuhi cabang Indomaret dan Alfamart. Fenomena ini menggambarkan bahwa ada kebutuhan nyata masyarakat akan toko modern: praktis, bersih, lengkap, dan harganya relatif terjangkau.
Keunggulan ritel modern terletak pada skala besar. Mereka membeli barang secara grosir langsung dari distributor, sehingga bisa menjual dengan harga murah. Tata letak toko yang rapi, rak yang tertata, hingga suasana berbelanja yang nyaman membuat konsumen lebih betah. Dalam era ketika waktu dan kenyamanan menjadi faktor utama, wajar jika masyarakat lebih memilih minimarket daripada warung tradisional yang sempit, panas, dan sering kali terbatas stoknya.
Lebih jauh, Indomaret dan Alfamart juga berkontribusi besar pada perekonomian nasional. Selain membuka lapangan kerja yang luas, keduanya menjadi penyumbang pajak yang signifikan. Bahkan, Alfamart berhasil melebarkan sayap ke Filipina. Investasi di luar negeri ini membawa devisa dolar ke Indonesia dan mengharumkan nama merek Indonesia di kancah internasional.
Tuduhan yang Tidak Berdasar
Jika menuduh minimarket sebagai pembunuh UMKM, logikanya menjadi pincang. Sebab, Indomaret dan Alfamart bukanlah sekadar pesaing, melainkan juga mitra. Banyak produk UMKM justru masuk ke rak-rak minimarket, mulai dari keripik lokal, makanan olahan, hingga minuman khas daerah. Dengan standar distribusi yang jelas, UMKM bisa memperluas pasar lebih cepat lewat jalur modern ini.
Cak Imin seolah lupa bahwa zaman sudah berubah. Masyarakat kini menuntut harga terjangkau sekaligus pengalaman berbelanja yang nyaman. Jika UMKM tidak bisa menyesuaikan diri, itu bukan salah ritel modern, melainkan tantangan yang harus dijawab dengan inovasi. Alih-alih mengutuk Indomaret dan Alfamart, seharusnya kementerian justru belajar dari manajemen keduanya: bagaimana mengelola stok, membangun jaringan distribusi, hingga menjaga konsistensi pelayanan.

Ironi: Warung Madura dan Aturan Jam Buka
Yang menarik, di saat minimarket modern dihujat, ada UMKM lain yang justru berkembang pesat: jaringan warung Madura. Warung ini dikenal dengan harga relatif terjangkau dan jam operasi 24 jam. Ironisnya, keberadaan mereka sering dianggap melanggar aturan pemerintah daerah terkait jam buka toko. Kasus larangan warung Madura buka 24 jam sempat jadi kontroversi besar.
Namun, realitas berbicara lain. Banyak konsumen mengandalkan warung Madura saat malam hari ketika minimarket tutup. Mereka tetap laris manis karena mampu mengisi celah kebutuhan pasar. Artinya, UMKM tetap bisa bersaing jika jeli melihat peluang dan menyesuaikan diri dengan gaya hidup masyarakat modern.

Saatnya Belajar, Bukan Menyalahkan
Pernyataan Cak Imin mencerminkan kebingungan seorang menteri yang belum menemukan formula jitu memberdayakan UMKM. Padahal, pemerintah seharusnya bisa mengambil peran lebih produktif:
- Memberikan insentif dan pendampingan bagi UMKM agar mampu masuk ke rantai distribusi ritel modern.
- Mendorong digitalisasi warung tradisional, misalnya lewat platform kasir digital, sistem stok, hingga layanan antar.
- Menciptakan regulasi adil yang tidak mematikan warung kecil, tapi juga tidak menghambat investasi besar.
Indomaret, Alfamart, dan warung Madura sama-sama bagian dari ekosistem ekonomi rakyat. Menempatkan satu pihak sebagai “musuh” hanya akan membuat perdebatan semakin buntu.
Penutup
Tuduhan bahwa Indomaret dan Alfamart adalah pembunuh UMKM terasa aneh dan tidak berdasar. Faktanya, mereka telah berkontribusi besar bagi ekonomi Indonesia, dari pajak, lapangan kerja, hingga ekspansi ke luar negeri. UMKM tetap bisa hidup berdampingan, asal mampu beradaptasi dan berinovasi.
Daripada melempar tuduhan, alangkah baiknya seorang menteri belajar dari kesuksesan ritel modern, lalu memfasilitasi UMKM agar naik kelas. Sebab, di era persaingan global, masyarakat butuh harga yang masuk akal, kenyamanan belanja, dan pilihan produk yang lengkap — sesuatu yang hanya bisa terwujud jika semua pihak saling mendukung, bukan saling menyalahkan.