Dari nabi yang selamat dari api (Ibrahim) hingga semut yang berbicara (Sulaiman), kisah mukjizat terdengar seperti mitologi hari ini. Tapi apakah Al-Quran sudah menyiapkan “jalan keluar” untuk masalah ini?
Pendahuluan
Jujur saja: kalau Anda mendengar ada seorang manusia yang dilempar ke dalam api tapi keluar tanpa luka, ada yang bisa berbicara dengan semut, seorang nabi yang mengendalikan angin, atau seseorang yang hidup di dalam perut ikan raksasa — apakah yang pertama terlintas di kepala Anda adalah “sains”? Tentu tidak. Yang muncul justru “mitologi.” Kisah-kisah itu terdengar seperti legenda Yunani, komik Marvel, atau dongeng fantasi. Namun faktanya, itu semua adalah cerita mukjizat dalam Al-Quran.
Berabad-abad lamanya, umat beriman menerimanya begitu saja. Tetapi di zaman modern, dibentuk oleh fisika, biologi, dan akustik, kisah-kisah itu menjadi mustahil ditelan secara harfiah. Dan inilah kejutan besar: Al-Quran tampaknya sudah brilian mengantisipasi masalah ini dan menyisakan sebuah escape clause — sebuah ayat yang memungkinkan umat beriman mundur ke tafsir metaforis ketika mukjizat terasa tidak masuk akal lagi.
Kisah “Manusia Super” (Superman) dalam Al-Quran
Al-Quran penuh dengan apa yang bisa kita sebut “kisah superhuman”:
- Ibrahim selamat dari api, berjalan keluar tanpa terbakar (Al-Anbiya 21:69).
- Sulaiman menguasai angin, bepergian jauh hanya dalam sehari (Saba 34:12).
- Sulaiman mendengar percakapan semut dalam bahasa mereka (An-Naml 27:18–19).
- Musa membelah laut hingga air terbelah seperti gunung (Ash-Shu‘ara 26:63).
- Musa melempar tongkat yang berubah menjadi ular (Al-A‘raf 7:107; Taha 20:20).
- Yunus ditelan ikan besar namun tetap hidup di dalamnya (As-Saffat 37:139–144).
- Khidr mengetahui peristiwa tersembunyi bahkan sebelum terjadi (Al-Kahf 18:65–82).
Bagi masyarakat abad ke-7, ini adalah kisah-kisah yang sangat kuat. Dunia kuno memang dunia mitos: dewa Yunani melempar petir, dewa Nordik berjalan di bumi, nabi Ibrani memanggil wabah. Kisah-kisah Al-Quran ini pas dengan pola penceritaan semacam itu.

Cermin Mitologi Yunani
Paralelnya dengan mitologi Yunani luar biasa jelas:
- Poseidon menguasai lautan → Musa membelah lautan.
- Aeolus menguasai angin → Sulaiman menunggang angin.
- Achilles hampir kebal → Ibrahim tahan api.
- Odysseus dan Perseus selamat dari monster laut → Yunus selamat di dalam perut ikan.
- Perseus dan Hercules lahir dari intervensi ilahi → Isa (Yesus) lahir tanpa ayah (Maryam 19:16–21).
Polanya terang benderang: manusia dengan kekuatan super yang menabrak hukum alam. Entah disebut dewa setengah manusia atau nabi, fungsinya sama: sosok raksasa yang menimbulkan rasa kagum.
Masalah Ilmiah
Lompat ke zaman modern. Sains datang dan mengajukan pertanyaan tajam:
- Fisika: api membakar daging. Bagaimana Ibrahim bisa selamat?
- Biologi: lambung ikan bersifat asam, tidak ada oksigen, mencerna jaringan. Bagaimana Yunus bisa hidup?
- Akustik: semut berkomunikasi dengan getaran & feromon, sering di luar jangkauan telinga manusia. Bagaimana Sulaiman bisa mendengarnya?
- Kedokteran: kebangkitan orang mati bertentangan dengan biologi. Bagaimana Isa bisa menghidupkan orang mati (Al-Ma’idah 5:110)?
Bagi pikiran ilmiah, jawabannya jelas: itu mustahil secara biologis dan fisik.
Escape Clause
Tapi inilah langkah brilian: Al-Quran menyimpan mekanisme penyelamat.
“Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buat untuk manusia; dan tidak ada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu.”
(Al-Ankabut 29:43)
Dalam satu kalimat, Al-Quran merombak mukjizat: ia mungkin bukan peristiwa nyata, melainkan perumpamaan (amtsal). Metafora. Alegori. Sarana pengajaran.
Inilah yang disebut escape clause. Jika di abad ke-21 orang keberatan dengan semut berbicara atau manusia tahan api, seorang beriman bisa menjawab: “Kamu salah paham — itu simbolis, bukan harfiah.”
Simbol Lebih Utama dari Harfiah
Lihat betapa rapi mukjizat itu diterjemahkan ke dalam metafora:
- Ibrahim di api → iman yang tak tergoyahkan meski dalam ujian.
- Musa membelah laut → pembebasan dari tirani.
- Sulaiman mendengar semut → kepemimpinan bijak yang mendengar suara terkecil.
- Yunus dalam ikan → keputusasaan, tobat, lalu penebusan.
- Khidr mengetahui masa depan → misteri takdir dan hikmah ilahi.
Yang semula terasa mustahil secara biologis, kini berubah jadi pelajaran moral mendalam. Yang tidak masuk akal berubah jadi metafora abadi.
Kebetulan atau Desain Brilian?
Pertanyaannya: apakah Al-Quran brilian mengantisipasi bahwa suatu hari manusia tak lagi bisa percaya kisah mukjizat secara harfiah? Atau sebenarnya hanya memakai gaya retoris umum di teks kuno, yang belakangan ditafsirkan ulang sebagai celah cerdas?
- Umat beriman berkata: ini bukti keabadian. Al-Quran memang dirancang untuk bertahan di setiap zaman, termasuk era sains.
- Skeptis berkata: ini kecerdikan narasi, bukan wahyu ilahi — sebuah polis asuransi bawaan agar teks tak pernah bisa benar-benar dipatahkan.
Hasilnya sama: Al-Quran menjadi tak terbantahkan.
Kenapa Ini Penting
Ini penting karena miliaran Muslim masih percaya kisah superhuman ini secara harfiah. Anak-anak diajarkan bahwa Ibrahim tahan api, Sulaiman berbicara dengan semut, Yunus hidup di dalam ikan. Namun pada saat yang sama, Muslim terdidik bisa beralih ke tafsir metaforis ketika berhadapan dengan sains.
Dualitas itu — literal bagi yang beriman, metaforis bagi yang kritis — membuat Al-Quran nyaris kebal. Ia bisa menenangkan petani desa sekaligus menantang ilmuwan modern.
Mitos, Kitab Suci, dan Kelangsungan
Manusia selalu membutuhkan kisah superhuman. Dari Zeus dan Hercules ke Ibrahim dan Sulaiman, dari Odysseus ke Yunus, dari Achilles ke Isa — semua tokoh itu mewakili kerinduan manusia untuk melampaui batas.
Namun hanya Al-Quran yang menyisipkan meta-komentar: sebuah ayat yang intinya berkata, “Ini hanyalah perumpamaan. Hanya orang berilmu yang paham.” Hal ini mengubah potensi kelemahan (mukjizat mustahil) menjadi kekuatan abadi (tafsir fleksibel).
Kesimpulan
Bagaimana Al-Quran dengan brilian mengantisipasi era sains terletak pada struktur ganda ini: ia menceritakan kisah mukjizat yang cocok dengan dunia mitos di zamannya, tetapi juga menyisipkan ayat yang memungkinkan tafsir metaforis kapan pun iman literal menjadi sulit dipertahankan.
Bagi yang beriman, ini menjamin keabadian — mukjizat selalu bisa dibaca ulang agar lolos dari kritik modern. Bagi yang skeptis, ini menunjukkan kecerdikan narasi — sebuah trik cerdas yang memastikan teks tetap relevan di segala era.
Support This Project
SEJARAHID.COM is an independent project that I build and maintain with my own time and resources. Like Wikipedia, this site is freely available for anyone to read — but running it still requires hosting, maintenance, and effort.
If you find value in my work and would like to help keep this project alive and growing, I warmly welcome sponsors and donations. Your support will directly contribute to covering hosting costs and ensuring more thought-provoking articles like this can be published in the future.
Like Wikipedia, this project is free — but I welcome sponsors to help cover hosting ….
and buy a Ferrari someday 🚗💨.

- Email paypal : ifafira@gmail.com