
Lambang sebuah negara tidak pernah hadir secara tiba-tiba. Ia adalah hasil perjalanan panjang simbol-simbol yang diwariskan dari masa lampau. Jika ditarik mundur, Garuda Pancasila sebagai lambang negara Indonesia berakar pada tradisi manusia purba, berkembang lewat mitologi, diperkaya oleh peradaban besar Nusantara seperti Majapahit, lalu dimodernisasi dalam konteks kemerdekaan Indonesia tahun 1945.
Lambang Negara Garuda Pancasila adalah rancangan Sultan Hamid II (1913–1978). Usulan lambang Garuda Pancasila (meski direvisi Soekarno agar lebih sesuai budaya Nusantara).
Totem: Simbolisme Manusia Purba
Sejak zaman prasejarah, manusia selalu mencari simbol untuk memperkuat identitas kelompok. Suku-suku purba di berbagai belahan dunia, termasuk suku Indian Amerika, mengenal totem: hewan atau benda alam yang dianggap memiliki kekuatan spiritual sebagai pelindung. Totem bukan sekadar tanda, melainkan representasi roh leluhur dan lambang ikatan komunitas.
Fenomena ini juga dapat ditemukan di Nusantara. Suku-suku asli di Kalimantan, Papua, atau Nusa Tenggara memiliki simbol hewan keramat yang dijadikan totem. Hewan yang dipilih biasanya memiliki sifat yang dianggap ideal: burung elang untuk kekuatan dan pandangan jauh, buaya untuk ketahanan, atau kerbau untuk kesuburan. Dengan demikian, simbolisme sudah sejak awal menjadi bagian penting dari kehidupan sosial manusia.
Mitologi Hindu-Buddha dan Masuknya Garuda
Dengan masuknya pengaruh Hindu-Buddha ke Nusantara sekitar abad ke-4 M, muncul lapisan simbolisme baru. Dalam mitologi Hindu, Garuda adalah burung raksasa, setia menjadi kendaraan Dewa Wisnu. Garuda melambangkan keberanian, kesetiaan, dan kekuatan yang mampu melawan kegelapan.
Kisah Garuda ini masuk ke Nusantara melalui kitab-kitab suci dan relief candi. Di Jawa Tengah, relief Candi Prambanan menggambarkan adegan mitologis tentang Garuda. Begitu pula di Bali dan Jawa Timur, arca-arca Garuda menjadi simbol perlindungan. Dengan demikian, Garuda diadopsi tidak hanya sebagai mitos, tetapi juga sebagai lambang spiritual sekaligus politik.
Simbolisme dalam Majapahit
Puncak perkembangan simbolisme Nusantara terlihat pada Kerajaan Majapahit (abad ke-13–15). Majapahit tidak hanya memakai simbol matahari (Surya Majapahit) sebagai lambang kerajaan, tetapi juga kerap menggambarkan makhluk mitologis seperti Garuda, singa, dan naga pada arsitektur candi.
Surya Majapahit melambangkan pusat kekuasaan yang menyinari seluruh wilayah. Sementara Garuda, yang setia kepada Dewa Wisnu, melambangkan legitimasi raja sebagai pelindung rakyat. Di sinilah simbol hewan dan mitos berfungsi sebagai alat politik: raja menggunakan ikon-ikon sakral untuk meneguhkan kekuasaan dan mempersatukan masyarakat multietnis.
Peralihan ke Zaman Modern
Ketika Indonesia merdeka tahun 1945, para pendiri bangsa menyadari perlunya lambang negara yang memiliki akar sejarah kuat sekaligus daya simbolis tinggi. Garuda dipilih karena beberapa alasan:
- Ia sudah lama dikenal dalam tradisi Nusantara, dari Jawa hingga Bali.
- Garuda memiliki makna universal: kekuatan, keberanian, dan hubungan langit-bumi.
- Ada kesinambungan historis dari kerajaan besar seperti Majapahit, yang juga menggunakan simbol-simbol serupa.
Desain Garuda Pancasila kemudian dipoles agar sesuai dengan negara modern. Garuda diberi perisai dengan lima lambang sila, serta semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang diambil dari kakawin Sutasoma karya Mpu Tantular di zaman Majapahit. Dengan begitu, lambang negara Indonesia bukan sekadar modernisasi, tetapi juga kelanjutan tradisi ribuan tahun.
Jejak Universal: Dari Totem ke Lambang Negara
Jika ditarik ke belakang, kita bisa melihat pola universal:
- Totem purba – simbol hewan sebagai pelindung suku.
- Mitologi – hewan menjadi kendaraan dewa atau makhluk sakral.
- Lambang kerajaan – ikon digunakan untuk legitimasi politik (contoh: Surya Majapahit dan Garuda).
- Lambang negara modern – simbol dipadukan dengan ideologi (Garuda + Pancasila + Bhinneka Tunggal Ika).
Artinya, lambang negara adalah puncak dari perjalanan simbolisme panjang umat manusia. Dari roh leluhur hingga filosofi kenegaraan, dari totem hutan hingga ruang sidang parlemen, simbol tetap memainkan peran penting dalam mengikat identitas kolektif.
Penutup
Garuda Pancasila bukan sekadar burung mitologis atau desain grafis, melainkan hasil evolusi panjang budaya manusia. Ia menyatukan warisan purba, tradisi mitologi, legitimasi kerajaan, hingga ideologi modern. Dengan memahami jejak sejarahnya, kita bisa melihat bahwa lambang negara bukan hanya gambar, melainkan cermin dari perjalanan panjang bangsa Indonesia dalam mencari identitas, kekuatan, dan persatuan.