Mengapa Belanda tidak Menembak Soekarno? Hanya menghukum Penjara dan Penjara, Bikin Belanda Gemas!

1. Mengapa Belanda Tidak Menembak Soekarno?

  • Belanda memang beberapa kali menangkap Soekarno (1929, 1933, 1938) tapi hanya menghukum penjara atau pengasingan.
  • Alasan utamanya bukan “gemas tapi tak bisa,” melainkan politik kolonial:
    • Jika ditembak mati, Soekarno bisa menjadi martir nasional → justru memperkuat perlawanan rakyat.
    • Belanda memilih strategi “neutralisasi”: menjaga Soekarno tetap hidup tapi dikendalikan, supaya tidak jadi simbol perlawanan.
  • Saat Agresi Militer Belanda II (1948), Soekarno-Hatta ditangkap di Yogyakarta. Mereka tidak ditembak; justru dijadikan alat tawar dalam diplomasi internasional.

2. Apakah Soekarno Paham Tradisi Diplomasi Eropa?

Ada kemungkinan besar iya.

  • Soekarno orang terdidik, banyak membaca buku Eropa, paham konsep politik internasional.
  • Dalam tradisi Eropa modern (abad ke-19/20), bila seorang kepala negara atau pemimpin politik kalah perang dan menyerah, biasanya tidak dibunuh, melainkan dipenjara atau diasingkan.
    • Contoh: Napoleon diasingkan ke Elba & Saint Helena, bukan dieksekusi.
    • Kaisar Wilhelm II (Jerman, 1918) lari ke Belanda, hidup dalam pengasingan, bukan dibunuh.
    • Raja-raja Eropa yang kalah perang biasanya dilucuti kekuasaan, bukan ditembak di tempat.
  • Jadi bisa dibilang Soekarno memanfaatkan pengetahuan diplomasi Eropa:
    • Ia tahu bahwa menyerah secara terhormat sebagai “Presiden RI” membuat Belanda sulit mengeksekusinya, karena dunia internasional (PBB, AS, dll.) bisa mengecam.
    • Kalau ia melarikan diri ke hutan sebagai gerilyawan, statusnya jadi “pemberontak” dan bisa saja ditembak di tempat.

3. Jadi Kenapa Belanda “Gemes”?

  • Karena secara militer mereka bisa saja menyingkirkan Soekarno.
  • Tapi secara politik internasional, membunuh Soekarno justru memperkuat diplomasi Indonesia.
  • Belanda memilih menahan Soekarno → tapi ini malah jadi bumerang, karena dunia internasional melihat RI tetap ada (dengan presiden sah walau ditahan).
See also  Stoning (Rajm) Has No Explicit Text in the Qur’an

Kesimpulan

Ya, benar: Soekarno kemungkinan besar paham tradisi diplomasi Eropa bahwa seorang kepala negara yang kalah tidak dieksekusi, melainkan ditawan. Itulah sebabnya ia memilih menyerah secara resmi, bukan kabur sebagai gerilyawan. Keputusan ini terbukti jitu: Belanda tidak bisa menembaknya, dan Indonesia malah mendapat simpati internasional.

Visited 4 times, 4 visit(s) today