Visi Indonesia Emas 2045 yang Menjadi Mimpi Kosong di Siang Bolong

Pemerintah Indonesia sejak awal 2020-an mencanangkan visi Indonesia Emas 2045, yaitu impian menjadikan republik ini sebagai negara maju tepat ketika usia kemerdekaan mencapai 100 tahun. Visi ini digagas pertama kali di masa Presiden Joko Widodo, kemudian diperkuat dalam dokumen resmi Visi Indonesia 2045 yang bisa diakses publik.

Di laman Indonesia2045.go.id, pemerintah merumuskan empat pilar besar:

  1. Manusia Indonesia yang unggul – sehat, berpendidikan, dan menguasai ilmu pengetahuan serta teknologi.
  2. Ekonomi berkelanjutan – pertumbuhan hijau, produktivitas tinggi, dan industri maju.
  3. Pemerataan pembangunan – menghapus kesenjangan antarwilayah dan menguatkan infrastruktur dasar.
  4. Ketahanan nasional dan tata kelola – politik yang stabil, pemerintahan bersih, serta peran aktif di dunia internasional.

Visi ini dimaksudkan agar Indonesia menjadi “negara berdaulat, maju, adil, dan makmur pada 2045”. Harapannya, pada usia seabad, Indonesia telah naik kelas ke kelompok negara berpendapatan tinggi.

Narasi itu terdengar indah. Namun, jika menoleh pada realitas sosial-ekonomi hari ini, jalan menuju Indonesia Emas lebih tampak seperti mimpi kosong.


Kemiskinan yang Disembunyikan

Pemerintah Indonesia menetapkan garis kemiskinan sekitar Rp500 ribu per kapita per bulan. Dengan standar ini, angka kemiskinan memang terlihat kecil, hanya sekitar 9–10% penduduk. Namun definisi ini sangat menyesatkan.

Bank Dunia menggunakan ukuran US$3,65 per hari, atau sekitar Rp1,8 juta per bulan. Dengan standar global tersebut, jumlah rakyat miskin Indonesia melonjak menjadi 194 juta orang. Angka itu menempatkan Indonesia dalam 5–10 besar negara dengan penduduk miskin terbanyak di dunia.

See also  Orang Sabar Pantat nya Lebar dan Mahal

Fakta lain: menurut data Kompas (9 Mei 2025), Indonesia bahkan berada di posisi ke-4 dalam daftar negara dengan persentase kemiskinan tertinggi. Artinya, hampir tujuh dari sepuluh warga Indonesia sebenarnya masih berjuang memenuhi kebutuhan paling dasar. Jadi, sementara laporan resmi dalam negeri mengatakan kemiskinan menurun, kenyataan internasional justru menunjukkan sebaliknya.


Lapangan Kerja Semakin Sulit

Kemiskinan erat kaitannya dengan kesempatan kerja. Kini, bahkan lowongan sederhana seperti penjaga toko mainan atau penjaga butik di Kabupaten diserbu ratusan hingga ribuan pelamar. Fenomena ini menggambarkan betapa sulitnya mencari pekerjaan yang layak di Indonesia.

Lebih ironis lagi, beberapa kebijakan pemerintah justru mempersempit ruang usaha. Contohnya, aturan impor BBM yang membuat SPBU asing seperti Shell terancam menutup outlet mereka di Indonesia. Padahal, kehadiran SPBU asing selama ini membuka ribuan lapangan kerja dari kasir, teknisi, hingga staf administrasi. Jika mereka hengkang, peluang kerja akan semakin sempit.

Bukannya menumbuhkan iklim usaha yang menarik investor, kebijakan yang tidak konsisten justru membuat investasi menurun. Sementara itu, bonus demografi yang digadang-gadang sebagai modal menuju Indonesia Emas bisa berubah menjadi beban jika generasi muda tidak terserap di pasar kerja.


Malaysia Jadi Cermin

Perbandingan dengan negara tetangga, Malaysia, membuat ironi Indonesia semakin terasa. Dari segi sejarah, budaya, dan sumber daya, kedua negara punya kemiripan. Namun saat ini, tingkat kesejahteraan rakyat Malaysia jauh lebih tinggi.

Analisis terbaru menunjukkan rakyat Malaysia menikmati pendapatan lebih baik, harga kebutuhan pokok lebih stabil, dan layanan publik yang relatif lebih merata. Tidak sedikit orang Indonesia yang merantau atau bekerja di Malaysia merasakan langsung perbedaan taraf hidup itu. Jika Indonesia terus berjalan dengan pola kebijakan yang timpang, bukan tidak mungkin jurang kesejahteraan antar tetangga serumpun ini akan makin lebar.

See also  “Malaysian Future Finance Framework” with the visual roadmap (2025–2075) - The Malaysia Gemilang

Antara Visi dan Realitas

Pertanyaan besar pun muncul: mungkinkah Indonesia benar-benar menjadi negara maju pada 2045? Bagaimana mungkin jika:

  • Ratusan juta orang masih miskin secara global,
  • Lapangan kerja layak semakin sempit,
  • Investasi asing terhambat oleh regulasi yang tidak menarik,
  • Kesenjangan antarwilayah tetap tinggi meski pembangunan infrastruktur digenjot?

Visi memang penting. Bangsa tanpa mimpi akan kehilangan arah. Namun, visi tanpa data yang jujur, tanpa strategi yang konsisten, hanya akan menjadi ilusi politik. Visi Indonesia Emas 2045 akan berakhir sebagai slogan kosong jika masalah mendasar tidak diatasi dengan serius.


Penutup

Indonesia masih punya waktu dua dekade menuju 2045. Itu bukan waktu yang panjang, tetapi cukup jika ada kemauan politik yang kuat, keberanian mengakui masalah, dan keberpihakan nyata pada rakyat kecil.

Untuk itu, langkah pertama haruslah kejujuran: mengakui bahwa kemiskinan di Indonesia jauh lebih besar daripada klaim resmi. Langkah kedua adalah membuka lapangan kerja yang produktif, bukan sekadar pekerjaan informal yang tidak menjamin masa depan. Dan yang tak kalah penting, menciptakan iklim usaha yang sehat agar investasi — baik dalam maupun luar negeri — mau menanamkan modal di Indonesia.

Jika hal-hal mendasar ini tidak dilakukan, maka “Indonesia Emas 2045” hanya akan menjadi mimpi kosong. Sebuah pesta ulang tahun ke-100 kemerdekaan yang gemerlap di panggung politik, namun menyisakan kenyataan pahit bagi ratusan juta rakyat yang masih berjuang bertahan hidup.

Visited 16 times, 2 visit(s) today